Awan putih
terus saja bergerak, mengikuti angin kemanapun dia pergi. Seperti aku yang
selalu mengikuti setiap langkahmu kemanapun kamu akan melangkah. Aku tak pernah
barang sedetikpun berjalan tak sesuai langkah kakimu. Aku selalu berjalan
dibelakangmu, mengikuti langkah kakimu, mengikuti langkah demi langkah tanpa
terlewatkan barang satu langkah sekalipun. Bahkan saat kau makan aku selalu
saja duduk didepanmu dan melihatmu memakan satu demi satu makananmu. Karena itu
aku selalu hafal setiap gerak gerikmu dan kemana kau akan pergi aku hafal. Tapi,
aku selalu berhenti dan berbalik saat kau sudah memasuki ruangan yang
bertuliskan “Toilet”. Saat kau memasuki ruangan itu, aku hanya bisa menunggumu
kapan kau akan keluar dan kita kembali berjalan bersama. Anehnya, aku tak
pernah bosan melakukan hal ini setiap harinya. Bahkan saat kau tertidur aku
selalu menunggu matahari terbit dan penasaran apa yang akan terjadi setelah kau
membuka matamu. Apa kau akan terjatuh seperti biasanya ? apa kau akan bangun
kesiangan lalu tidak mandi saat berangkat ? atau apa ada hal baru yang akan
terjadi nanti saat matahari terbit ? entahlah. Tapi, saat kau mulai menangis
memanggil nama itu, ingin sekali aku memelukmu tapi apa daya aku hanya bisa
melihatmu dan menatap nanar kearahmu. Setiap kali aku berada didekatmu,
mengikuti setiap langkahmu, kau tak pernah marah atau berteriak padaku dan
memintaku untuk berhenti. Kau malah diam dan membiarkanku melakukannya. Entah karena
kau senang aku melakukan itu atau bagaimana aku tak tahu. Tapi yang pasti aku
sangat senang melakukan hal seperti ini setiap harinya.
Pagi ini kau
terbangun dari tidurmu yang lelap dengan tenang. Tanpa terjatuh dari kasur,
tidak kesiangan dan berjalan santai ke kampus tidak berlari mengejar Bus. Tapi tunggu ! bukankah
hari ini hari libur ? seharusnya kau masih terlelap dalam tidurmu dan bermalas –
malasan dirumah. Namun, pagi ini kau tak seperti Sina yang biasanya. Yang selalu
bermalas – malasan dan tak peduli dengan Fashion. Tapi pagi ini kau tampak cantik
dengan Dress hitam selutut, rambut
kuncir kuda, lipbalm warna pink dan juga sedikit polesan pemerah pipi. Kau mau
kemana aku tak tahu, yang pasti kau sangat cantik dan aku akan selalu mengikuti
kemanapun kau pergi. Hari ini juga kau tak menggunakan Bus tapi menggunakan
mobil pribadi. Sepertinya hari ini begitu spesial untukmu, hingga kamu
berdandan secantik ini dan menggunakan pakaian yang cantik pula. Kau duduk
dibalik kemudi dan aku duduk disampingmu. Lagi – lagi kau hanya diam tak
melarangku untuk ikut. Aku diam menatap lurus kearah jalan melihat sekeliling
dan ternyata ini bukanlah jalan menuju Kampus atau Kafe yang biasa kamu
kunjungi. Ini jalan baru, jalan yang tak pernah aku lalui selama aku
mengikutimu 3 tahun belakangan ini. Tapi, aku hanya diam tak mampu untuk
bertanya atau mengatakan satu katapun padamu. Aku diam dengan terus mengikuti
kemana kau akan membawa mobil, dirimu dan aku ini pergi. Hingga akhirnya kau
berhenti dilapangan parkir sebuah Taman Pemakaman. Lagi – lagi aku tak mampu
bertanya, aku hanya diam dan mengikutimu dari belakang. Suara hak sepatu
hitammu memecah keheningan taman pemakaman ini. Kau terus berjalan lurus lalu
berbelok kekanan dan berhenti di sebuah makam yang bertuliskan “ Sana Ari
Permata”. Saat kau melihat tulisan itu, kau mulai menangis tersedu dan terus
mengucapkan maaf.
“ Maaf, maafkan aku Sana, yang
tak bisa menjagamu dan kau harus kehilangan masa mudamu karena aku, maafkan
aku. Maaf, seharusnya aku yang pergi bukan kau. Seandainya, saja aku mendengarkan
ucapanmu dan menurunkan kecepatan mobilku saat itu mungkin kau tidak berbaring
disini Sana. Maaf, maafkan aku yang tidak bisa menjagamu. Aku memang kakak yang
tak pantas menjadi kakak, maafkan aku karena meninggalkanmu terbaring sendiri
didalam sana. Maafkan aku yang tak bisa menemanimu, Maaf.”
Kau terus saja mengucapkan “ Maaf”
dan lagi – lagi aku hanya bisa melihat tanpa bisa memeluk dan menenangkanmu. Tapi,
entah kenapa saat kau mengucapkan “Maaf”seolah ada yang aneh dalam hatiku. Ada sesuatu
yang tak pernah kurasakan selama 3 tahun ini. Aku menatap lurus kearahmu yang
masih saja menangis. Beberapa menit kemudian setelah kau sudah tenang kau
berdiri dan berbalik. Entah sejak kapan atau mengapa, kau tiba – tiba saja bisa
melihatku. Melihat wajahku dan tubuhku yang sejak 3 tahun ini selalu ada
disampingmu. Kau terperangah, begitupun juga aku yang tak percaya kalau hal
seperti ini bisa terjadi.
“ Sana ? Sana Ari Permata ?” kau mengucapkan nama itu. Tapi entah kenapa kali ini aku merespon, aku menganggukan
kepalaku dan tersenyum padamu. Semua memory yang hilang selama 3 Tahun ini,
hari ini semuanya kembali tanpa terkecuali. Alasan kenapa aku selalu mengikutimu, alasan mengapa kamu disini, hari ini terjawab sudah. Sedikit demi
sedikit sebagian tubuhku menghilang, Kamu hendak menangkapku tapi terlambat,
tubuhku sudah bercampur degan angin lalu menjadi awan putih yang mengikuti
kemana arah angin akan pergi.
Sina Pov
Hari ini
adalah hari kematian Sana dan juga hari ulangtahun kami. Jika saja 3 tahun yang lalu saat usia kami baru
menginjak 18 Tahun aku tidak nekat mengendarai mobil ayahku mungkin sekarang
Sana masih ada disampingku. Aku dan Sana adalah saudara yang hanya berbeda 3 menit. Selama 18 Tahun ini aku selalu hidup dengan dia. Aku tak pernah hidup
tanpa dia, dia bilang dia khawatir kalau – kalau aku tak bisa menjaga diriku
dengan baik. Dia selalu mengkhawatirkan diriku hingga lupa dengan dirinya
sendiri. Dia selalu menjadi pahlawanku, temanku, sahabatku, ibuku dan juga
terkadang musuhku. Tapi setiap kali aku memarahi Sana, dia hanya terdiam tak
menjawab dan setelah aku selesai bicara barulah dia berucap yaitu “Maaf” kata –
kata yang selalu aku benci dari dia. Padahal dia tak bersalah tapi dia selalu
mengucapkan Maaf. Hingga 18 tahun itu dialah orang yang selalu menjagaku dan
tak membiarkanku terluka sedikitpun. Bahkan, saat detik – detik terakhirnya pun
dia lebih memikirkanku dari pada dirinya. Jika saja bukan karena Sana mungkin
hari ini aku tak bisa melihat Bumi yang indah ini dan awan putih yang bergerak
indah diatas kepalaku. Ya, saat Sana akan meninggal dia mendonorkan matanya untukku, karena mataku yang
rusak terkena pecahan kaca saat kecelakaan. Hingga detik – detik terakhirnya pun dia masih memikirkanku. Bodohnya aku yang tak sempat mengucapkan kata Terimakasih padanya. Hingga hari
ini saat aku diberi kesempatan terakhirpun aku belum mengucapkan Terimaksih
padanya. Mungkin nanti jika kalian bertemu dengan Sana ditempat yang indah lebih dari Bumi ini tolong katakan padanya
kalau “aku Sina sangat – sangat berterimakasih padanya dan aku sangat – sangat sayang
padanya.” Terimakasih.
----------- END –----------
“ Sayangilah orang terdekatmu,
ucapkanlah Terimakasih saat mereka sudah melakukan sesuatu untukmu, minta
maaflah jika memang kau melakukan kesalahan dan ucapkanlah kalian sayang mereka
sebelum semuanya terlambat pada akhirnya kalian akan menyesal.” - Sina

Tidak ada komentar:
Posting Komentar