expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 17 Desember 2015

Awan Putih


Awan putih terus saja bergerak, mengikuti angin kemanapun dia pergi. Seperti aku yang selalu mengikuti setiap langkahmu kemanapun kamu akan melangkah. Aku tak pernah barang sedetikpun berjalan tak sesuai langkah kakimu. Aku selalu berjalan dibelakangmu, mengikuti langkah kakimu, mengikuti langkah demi langkah tanpa terlewatkan barang satu langkah sekalipun. Bahkan saat kau makan aku selalu saja duduk didepanmu dan melihatmu memakan satu demi satu makananmu. Karena itu aku selalu hafal setiap gerak gerikmu dan kemana kau akan pergi aku hafal. Tapi, aku selalu berhenti dan berbalik saat kau sudah memasuki ruangan yang bertuliskan “Toilet”. Saat kau memasuki ruangan itu, aku hanya bisa menunggumu kapan kau akan keluar dan kita kembali berjalan bersama. Anehnya, aku tak pernah bosan melakukan hal ini setiap harinya. Bahkan saat kau tertidur aku selalu menunggu matahari terbit dan penasaran apa yang akan terjadi setelah kau membuka matamu. Apa kau akan terjatuh seperti biasanya ? apa kau akan bangun kesiangan lalu tidak mandi saat berangkat ? atau apa ada hal baru yang akan terjadi nanti saat matahari terbit ? entahlah. Tapi, saat kau mulai menangis memanggil nama itu, ingin sekali aku memelukmu tapi apa daya aku hanya bisa melihatmu dan menatap nanar kearahmu. Setiap kali aku berada didekatmu, mengikuti setiap langkahmu, kau tak pernah marah atau berteriak padaku dan memintaku untuk berhenti. Kau malah diam dan membiarkanku melakukannya. Entah karena kau senang aku melakukan itu atau bagaimana aku tak tahu. Tapi yang pasti aku sangat senang melakukan hal seperti ini setiap harinya.

Pagi ini kau terbangun dari tidurmu yang lelap dengan tenang. Tanpa terjatuh dari kasur, tidak kesiangan dan berjalan santai ke kampus tidak berlari mengejar Bus. Tapi tunggu ! bukankah hari ini hari libur ? seharusnya kau masih terlelap dalam tidurmu dan bermalas – malasan dirumah. Namun, pagi ini kau tak seperti Sina yang biasanya. Yang selalu bermalas – malasan dan tak peduli dengan Fashion. Tapi pagi ini kau tampak cantik dengan Dress hitam selutut, rambut kuncir kuda, lipbalm warna pink  dan juga sedikit polesan pemerah pipi. Kau mau kemana aku tak tahu, yang pasti kau sangat cantik dan aku akan selalu mengikuti kemanapun kau pergi. Hari ini juga kau tak menggunakan Bus tapi menggunakan mobil pribadi. Sepertinya hari ini begitu spesial untukmu, hingga kamu berdandan secantik ini dan menggunakan pakaian yang cantik pula. Kau duduk dibalik kemudi dan aku duduk disampingmu. Lagi – lagi kau hanya diam tak melarangku untuk ikut. Aku diam menatap lurus kearah jalan melihat sekeliling dan ternyata ini bukanlah jalan menuju Kampus atau Kafe yang biasa kamu kunjungi. Ini jalan baru, jalan yang tak pernah aku lalui selama aku mengikutimu 3 tahun belakangan ini. Tapi, aku hanya diam tak mampu untuk bertanya atau mengatakan satu katapun padamu. Aku diam dengan terus mengikuti kemana kau akan membawa mobil, dirimu dan aku ini pergi. Hingga akhirnya kau berhenti dilapangan parkir sebuah Taman Pemakaman. Lagi – lagi aku tak mampu bertanya, aku hanya diam dan mengikutimu dari belakang. Suara hak sepatu hitammu memecah keheningan taman pemakaman ini. Kau terus berjalan lurus lalu berbelok kekanan dan berhenti di sebuah makam yang bertuliskan “ Sana Ari Permata”. Saat kau melihat tulisan itu, kau mulai menangis tersedu dan terus mengucapkan maaf.

“ Maaf, maafkan aku Sana, yang tak bisa menjagamu dan kau harus kehilangan masa mudamu karena aku, maafkan aku. Maaf, seharusnya aku yang pergi bukan kau. Seandainya, saja aku mendengarkan ucapanmu dan menurunkan kecepatan mobilku saat itu mungkin kau tidak berbaring disini Sana. Maaf, maafkan aku yang tidak bisa menjagamu. Aku memang kakak yang tak pantas menjadi kakak, maafkan aku karena meninggalkanmu terbaring sendiri didalam sana. Maafkan aku yang tak bisa menemanimu, Maaf.”

Kau terus saja mengucapkan “ Maaf” dan lagi – lagi aku hanya bisa melihat tanpa bisa memeluk dan menenangkanmu. Tapi, entah kenapa saat kau mengucapkan “Maaf”seolah ada yang aneh dalam hatiku. Ada sesuatu yang tak pernah kurasakan selama 3 tahun ini. Aku menatap lurus kearahmu yang masih saja menangis. Beberapa menit kemudian setelah kau sudah tenang kau berdiri dan berbalik. Entah sejak kapan atau mengapa, kau tiba – tiba saja bisa melihatku. Melihat wajahku dan tubuhku yang sejak 3 tahun ini selalu ada disampingmu. Kau terperangah, begitupun juga aku yang tak percaya kalau hal seperti ini bisa terjadi.

“ Sana ? Sana Ari Permata ?” kau mengucapkan nama itu. Tapi entah kenapa kali ini aku merespon, aku menganggukan kepalaku dan tersenyum padamu. Semua memory yang hilang selama 3 Tahun ini, hari ini semuanya kembali tanpa terkecuali. Alasan kenapa aku selalu mengikutimu, alasan mengapa kamu disini, hari ini terjawab sudah. Sedikit demi sedikit sebagian tubuhku menghilang, Kamu hendak menangkapku tapi terlambat, tubuhku sudah bercampur degan angin lalu menjadi awan putih yang mengikuti kemana arah angin akan pergi.


Sina Pov

Hari ini adalah hari kematian Sana dan juga hari ulangtahun kami. Jika saja  3 tahun yang lalu saat usia kami baru menginjak 18 Tahun aku tidak nekat mengendarai mobil ayahku mungkin sekarang Sana masih ada disampingku. Aku dan Sana adalah saudara yang hanya berbeda 3 menit. Selama 18 Tahun ini aku selalu hidup dengan dia. Aku tak pernah hidup tanpa dia, dia bilang dia khawatir kalau – kalau aku tak bisa menjaga diriku dengan baik. Dia selalu mengkhawatirkan diriku hingga lupa dengan dirinya sendiri. Dia selalu menjadi pahlawanku, temanku, sahabatku, ibuku dan juga terkadang musuhku. Tapi setiap kali aku memarahi Sana, dia hanya terdiam tak menjawab dan setelah aku selesai bicara barulah dia berucap yaitu “Maaf” kata – kata yang selalu aku benci dari dia. Padahal dia tak bersalah tapi dia selalu mengucapkan Maaf. Hingga 18 tahun itu dialah orang yang selalu menjagaku dan tak membiarkanku terluka sedikitpun. Bahkan, saat detik – detik terakhirnya pun dia lebih memikirkanku dari pada dirinya. Jika saja bukan karena Sana mungkin hari ini aku tak bisa melihat Bumi yang indah ini dan awan putih yang bergerak indah diatas kepalaku. Ya, saat Sana akan meninggal dia mendonorkan matanya untukku, karena mataku yang rusak terkena pecahan kaca saat kecelakaan. Hingga detik – detik terakhirnya pun dia masih memikirkanku. Bodohnya aku yang tak sempat mengucapkan kata Terimakasih padanya. Hingga hari ini saat aku diberi kesempatan terakhirpun aku belum mengucapkan Terimaksih padanya. Mungkin nanti jika kalian bertemu dengan Sana ditempat yang indah lebih dari Bumi ini tolong katakan padanya kalau “aku Sina sangat – sangat berterimakasih padanya dan aku sangat – sangat sayang padanya.” Terimakasih.

-----------  END –----------

“ Sayangilah orang terdekatmu, ucapkanlah Terimakasih saat mereka sudah melakukan sesuatu untukmu, minta maaflah jika memang kau melakukan kesalahan dan ucapkanlah kalian sayang mereka sebelum semuanya terlambat pada akhirnya kalian akan menyesal.” - Sina




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Christmas Pikachu